Mantan Direktur RS Kusta Ancam Praperadilankan Kejaksaan
Mantan Direktur RS Kusta Ancam Praperadilankan Kejaksaan
Tolak Tanda Tangan, Anggap Penahanan Tidak Prosedural
KEDIRI – Penahanan mantan Direktur Rumah Sakit (RS) Kusta Kediri Bambang Ermanadji dkk oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri, Kamis (14/5) lalu, berbuntut. Melalui penasihat hukumnya, Sunarno Edi Wibowo, Bambang mengancam akan memperadilankan kejaksaan.
“Klien saya tidak menandatangani surat penahanan dan berita acara penolakan penahanan tetapi tetap dipaksa ditahan,” ujar Bowo, panggilan akrab Sunarno Edi Wibowo, saat dihubungi Radar Kediri lewat ponselnya kemarin.
Seperti diberitakan, Bambang ditahan bersama Bendahara RS Kusta Djembor Sugeng Waluyo dan rekanannya, Dian Wahyuningsih. Ini dilakukan setelah berkas perkara mereka dilimpahkan oleh polresta dan dinyatakan P-21 (sempurna) oleh kejaksaan. Mereka dijebloskan ke tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kediri sekitar pukul 21.30 setelah pengacaranya tak kunjung datang meski ditunggu sejak sore.
Bowo menyatakan sangat menyayangkan sikap Kejari Kediri yang menahan kliennya. Sebab, selama proses penyidikan, mereka selalu kooperatif, tidak melarikan diri, dan tidak menghilangkan barang bukti. “Di kepolisian saja tidak ditahan, mengapa di kejaksaan ditahan?,” tanyanya.
Karena itulah, dia akan mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, Senin (18/5) lusa. Di sanalah akan diketahui siapa yang benar dan salah dalam masalah ini. Sebab, kliennya tidak menandatangani surat penahanan namun tetap dipaksa masuk lapas.
Sebagai konsekuensinya, lanjut Bowo, dia tidak akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Sebab, meski saat ini kliennya berada di dalam tahanan, dia menganggapnya bukan sebagai penahanan. “Itu adalah upaya paksa yang dilakukan kejaksaan,” lanjutnya.
Menanggapi hal ini, Soetikno, jaksa yang menangani kasus dugaan korupsi RS Kusta, mempersilakan upaya hukum yang ditempuh pengacara Bambang dkk. “Itu hak mereka,” ujarnya saat dihubungi Radar Kediri.
Soetikno mengatakan, kejaksaan berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan tindak pidana korupsi. Sebab, dengan ditahan, proses hukum akan lebih cepat. “Ancaman hukumannya kan lebih dari lima tahun,” katanya.
Dalam melakukan penahanan terhadap tersangka, lanjut jaksa senior ini, kejaksaan tidak perlu memberitahukannya lebih dulu. “Penahanan dan penyitaan itu kan upaya paksa yang boleh dilakukan penyidik dan jaksa penuntut umum,” lanjutnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Arifin Bachroedin mengatakan, dalam masalah dugaan tindak pidana korupsi, pihaknya tidak pernah main-main. Tersangka akan selalu ditahan. “Ini untuk pembelajaran kepada pejabat dan masyarakat agar mereka tidak melakukan tindak pidana korupsi,” katanya.
Kajari yang pernah menahan mantan Ketua DPRD Kabupaten Kediri Zaenal Musthofa dan mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Kota Kediri Rachno Irianto dkk ini menerangkan, dengan ditahan, proses hukum terhadap tersangka akan lebih cepat. Sehingga, kejelasan tentang nasib mereka segera diketahui. “Ini kan baik buat mereka agar tidak terkatung-katung,” terangnya.
Seperti diberitakan, kasus ini menyangkut pengadaan obat dan alat-alat kesehatan di RS Kusta pada 2005. Sesuai hasil audit badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP), nilai kerugian negara yang disangkakan sebesar Rp 35 juta.
Ini merupakan selisih antara anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 78 juta dengan nilai barang yang hanya Rp 43 juta. Bambang sendiri menganggapnya hanya sebagai kesalahan administrasi. Sebab, barangnya ada. Bukan proyek fiktif. (tyo/hid)
sumber : www.jawapos.co.id