Sri Mulyani Jadi Terdakwa

0 Comments

Sidang kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah dengan terdakwa Nanik Sri Mulyani kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kemarin.

Di sidang yang dipimpin hakim Abdul Rozak itu, dua saksi yang diajukan pihak jaksa penuntut umum (JPU) dihadirkan. Keduanya ditanya perihal proses penjualan tanah yang diklaim milik seorang pengembang, Toni Wijaya.

Di hadapan persidangan saksi mengatakan kalau dirinya adalah ahli waris dari Seniti. Pada 1998, dia mengaku kalau tanahnya dijual kepada Toni Wijaya. “Tanah itu saya jual ke Pak Toni,” tandasnya.

Pada saat itu, jelas saksi tersebut, Toni sekaligus mengurus pengajuan sertifikat hak milik sertifikat hak milik (SHM) atas tanah yang dibelinya.

Mendengar kesaksian yang dihadirkan jaksa, pihak terdakwa Nanik geleng-geleng kepala.

“Saya tidak perlu menanggapi keterangan saksi Pak Hakim,” kata terdakwa Nanik saat dikasih kesempatan hakim untuk menanggapi keterangsan saksi.

Dia bersikap seperti itu karena menganggap saksi yang dihadirkan adalah saksi tidah tahu apa-apa atas kasus yang menimpanya itu.

Saat Sunarno Edi Wibowo bertanya kepada saksi, “Saudara mau menjadi saksi ini, suruan jaksa, apa suruhan Toni,” tanya pengacara yang kondang disapa Bowo.

Saksi pun menjawab, “Atas suruhan Pak Toni Wijaya,” jawabnya. Menurut sumber saksi juga tidak memiliki surat panggilan sebagai saksi dalam sidang perkara ini.

Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Sunarno Edi Wibowo, mengatakan, kalau keterangan para saksi tidak benar. Sebab, jelas dia, saksi yang dihadirkan adalah saksi yang tidah mengetahui pokok persoalan. Bahkan dirinya menilai para saksi adalah saksi karbitan. “Saksinya saksi karbitan,” tudingnya.

Sekadar diketahui, kasus ini bermula pada saat Toni Wijaya memohonkan SHM tanah bermasalah tersebut ke BPN Surabaya, 18 Mei 1998. Sebelumnya, tanah dimohonkan SHM atas nama Seniti dan kawan-kawan.

Pada saat itu pula, tanah tersebut langsung dialihkan sebagai warisan ke 12 ahli waris, yakni Tasmani dan kawan-kawan. “SHM dimohonkan sekaligus waris. Surat keterangan waris dari meninggalnya Muasin bertanggal 31 Maret 1997” terang Syakur, staf BPN Surabaya di sidang sebelumnya.

Keterangan Syakur itu didasarkan pada data yang tercatat di sertifikat dan catatan lain dari kantornya bekerja. Saat ditanya hakim soal pemetaan dan pengukuran tanah, dia mengaku tidak tahu.

“Saya tidak tahu lokasinya di mana. Pada saat pengukuran saya juga tidak tahu,” ungkapnya.

Terdakwa Nanik menjelaskan, tanah di kawasan Lontar, Surabaya yang diklaim Toni adalah miliknya. Sementara tanah milik Toni berada di kawasan Pakuwon. Hal itu dikuatkan dengan pengakuan lurah Harun Ismail di sidang sebelumnya, bahwa sertifikat a.n Ng.Toni Wijaya No.1045 Gs. 16.665/1996 tanggal 12-11-1996, berasal dari petok D. No.322 persil 114, tidak ada di kelurahan yang ada adalah petok D. No.322 persilnya 145 Atas nama Kaderan P. SOMA, yang letak tanahnya di Pakuwon (jadi jauh dengan tanah yang disengketakan).

Kontak Kami

Kantor Pengacara Prof. Dr. H. Sunarno Edy Wibowo, S.H.,M.Hum & Rekan
Rungkut Barata XII No. 25
Surabaya, Jawa Timur

Phone: +62-31-8703151
WA :+628123565180

ADVOKAT SK MENKEH.RI.D.114.KP.04.13 TH.1999